Asas-Asas Hukum Acara Perdata
Materi hukum yang akan penulis bahas adalah Asas Hukum Acara Perdata/ Asas Hukum Acara Perdata adalah suatu pedoman atau dasar yang harus dilaksanakan oleh hakim dalam mengadili suatu perkara.
1. Asas Hakim Bersifat Pasif
Maksud dari asas ini adalah adanya tuntutan hak dari penggugat kepada tergugat, timbulnya inisiatif sepenuhnya ada pada pihak penggugat.
Hakim bersifat pasif dalam pengertian yang luas adalah bahwa suatu perkara diajukan ke pengadilan atau tidak untuk penyelesaiannya sepenuhnya tergantung inisiatif dari para pihak yang sedang berperkara bukan dari hakim yang akan memeriksa karena sebelum perkara diajukan ke pengadilan hakim bersifat pasif, sedangkan kalau suatu perkara teleh diajukan oleh para pihak ke persidangan pengadilan maka hakim harus bersifat aktif untuk mengadili perkara tersebut seadil-adilnya tanpa pandang bulu.
Hakim tidak diperbolehkan atau dilarang memberikan putusan yang tidak di tuntut oleh oleh para pihak yang berperkara karena akan berakibat putusannya cacat hukum dan dapat batal demi hukum (pasal 178 HIR jo. Pasal 189 RBg).
2. Asas Sifat Terbukanya Persidangan
Asas sifat terbukanya persidangan adalah hakim dalam mengadili suatu perkara yang diajukan oleh pengggugat persidangannya terbuka untuk umum.
Dalam praktik persidangan yang terbuka untuk umum persidangannya dilaksanakan dalam ruangan yang pintunya terbuka dan setiap orang tanpa terkecuali dapat menyaksikan jalannya persidangan, sedangkan persidangan yang tertup untuk umum pelaksanaannya dalam ruangan yang pintunya di tutup dan tidak semua orang bias masuk terkecuali para pihak yang berperkara dan para saksi.
Dalam perkara yang terbuka untuk umum maka harus terbuka untuk umum karena jika ternyata hakim dalam menangani suatu perkara tidak terbuka untuk umum, keputusan yang dibuat oleh hakim tidak sah dan atau cacat hukum serta dapat batal demi hukum (pasal 13 UU No. 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman).
Namun dalam hal sidang terbuka untuk umum terdapat pengecualiannya yaitu khusus untuk perkara-perkara perceraian persidangannya tertutup untuk umum karena menyangkut rahasia keluarga.
3. Asas Mendengar Kedua Belah Pihak
Asas mendengar kedua belah pihak (audiatur et altera pars atau eines mannes rede ist keines mannes rede) adalah hakim dalam menangani suatu perkara terhadap para pihak yang sedang berperkara harus mendengarkan keterangan tentang terjadinya peristiwa hukum dari kedua belah pihak.
Dalam memberikan keputusan hakim tidak boleh hanya berdasarkan keterangan salah satu pihak saja terkecuali jika tergugat setelah dipanggil dengan patut dua (2) kali berturut-turut tidak hadir (Purge) dan tidak memerintahkan wakil atau kuasa hukumnya serta tidak mempergunakan haknya untuk didengar keterangannya, hakim dapat memeberikan putusan verstek. Tetapi jika setelah hakim memberikan putusan verstek da nada perlawanan (verzet) dari pihak tergugat maka hakim juga harus mendengar keterangan pihak tergugat dan memberikan putusan yang adil (pasal 121 ayat 2, 132a HIR jo. Pasal 145 ayat 2, 157 RBg. jo. Pasal 47 Rv. jo pasal 4 UU No. 14 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman.
Jika dalam keterangan-keterangan yang diberikan oleh para pihak belum mendapatkan gambaran tentang duduk perkara yang sebenarnya maka hakim karena jabatannya mempunyai hak untuk memerintahkan para pihak yang berperkara menghadirkan para saksi yang mendengar, mengalami, dan menyaksikan langsung terjadinya peristiwa hukum.
4. Asas Bebas Dari Campur Tangan Para Pihak Di Luar Pengadilan
Maksud dari asas ini adalah Hakim pengadilan dalam memberikan keputusan terhadap para pihak yang berperkara harus berdasarkan keyakinannya dan tidak boleh terpengaruh dengan pihak lain diluar pengadilan.
Hakim wajib menjaga kemandiriannya dalam hal memberikan keputusan tanpa terpengaruh oleh pihak lain di laur pengadilan sekalipun pengaruh itu dari pejabat negara bahkan presiden sekalipun tetap hakim tidak boleh terpengaruh. ( lihat pasal 1 angka 1, pasal 3 ayat 1 dan 2 UU No. 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman).
Hakim dalam memberikan keputusan harus berdasarkan bukti-bukti dan keyakinannya tanpa terpengaruh oleh pihak lain di luar pengadilan.
5. Asas Sederhana, Cepat Dan Biaya Ringan
Maksud dari asas ini adalah Hakim dalam mengadili suatu perkara harus berusaha semaksimal mungkin untuk menyelesaikan perkara dalam tempo yang tidak terlalu lama sehingga tidak memakan biaya yang banyak.
Sederhana diartikan hakim dalam pelaksanaan mengadili harus menggunakan kalimat atau bahasa yang mudah dipahami dan dimengerti oleh para pihak yang berperkara. Cepat diartikan hakim dalam memeriksa para pihak yang berperkara setelah ada bukti-bikti yang cukup dan akurat segera memberikan keputusan dan waktunya tidak diulur-ulur atau penundaan persidangan.
6. Asas Putusan Harus Disertai Alasan-Alasan
Asas ini maksudnya adalah putusan hakim dalam suatu perkara harus menggunakan dalil-dalil atau dasar hukum positif yang ada.
Hal ini dimaksudkan untuk pertanggungjawaban dari sebuah keputusan yang telah dikeluarkan oleh hakim, sehingga pihak lawan juga akan kesulitan mencari celah atau kelemahan dari putusan tersebut.
Hakim dalam menerapkan dalil-dalil atau hukum harus sesuai dengan sengketa yang dihadapi oleh para pihak jika tidak maka keputusan yang dikeluarkan oleh hakim tersebut berakibat cacat hukum dan dapat dibatalkan, diubah dan diperbaiki di tingkat banding. Dan agar supaya keputusan yang dikeluarkan apabila diajukan upaya hukum lain oleh pihak lawan tidak berakibat dibatalkan, diperbaiki, dan diubah di tingkat banding, kasasi, maupun peninjauan kembali.
7. Asas Putusan Harus Dilaksanakan Setelah 14 (Empat Belas) Hari Lewat
Maksud dari asas ini adalah setiap keputusan pengadilan hanya dapat dilaksanakan (eksekusi) setelah tenggang waktu 14 (empat belas) hari telah lewat dan telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap (in kracht van gewijsde) atau tidak ada upaya hukum lain dari pihak yang dikalahkan kecualai dalam putusan Provisionil dan putusan uit voerbaar bij voorraad.
8. Asas Beracara Dikenakan Biaya
Maksud dari asas beracar dikenakan biaya adalah para pihak yang beracara di pengadilan dikenakan biaya perkara.
Biaya perkara pada umumnya berupa biaya pemanggilan, pemberitahuan dan biaya materai. Biaya-biaya tersebut diperlukan oleh pengadilan untuk memperlancar jalannya persidangan.
Biaya-biaya tersebut umunya dibebankan kepada pihak yang dikalahkan dalam suatu persidangan.
Jika dalam perkara tersebut ada barang-barang jaminan baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak yang harus di sita oleh panitera pengadilan negeri maka selain biaya-biaya tersebut diatas masih ada biaya tambahan yaitu biaya sita eksekusi dari eksekusi lelang termasuk didalamnya biaya-biaya pengacara, para saksi, saksi ahli dan juru bahasa (pasal 121 ayat 4, pasal 182, pasal 183 HIR jo. Pasal 145 ayat 4, pasal 192, pasal 193 RBg. jo. Pasal 2 ayat 2, pasal 4 ayat 2 UU No. 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman.
Biaya-biaya yang harus dibayar di atas terdapat pengecualaian untuk para pihak yang tidak mampu yang telah mengajukan permohonan ke pengadilan dengan beracara di pengadilan tanpa biaya (prodeo) dan tidak dilawan oleh pihak lawan serta dikabulkan oleh hakim. Jika dalam persidangan dikalahkan tidak dikenakan biaya (pasal 237, 238, 239 HIR jo. Pasal 273, 274, 275 RBg).
Apabila hakim dalam melaksanakan tugasnya tidak berpedoman atau menyimpang dari asas-asas hukum yang ada sesuai dengan peraturan perundang-undangan maka keputusannya dapat berakibat cacat hukum dan dapat batal demi hukum.
Posting Komentar untuk "Asas-Asas Hukum Acara Perdata"